SMAN 22 Pecong berdiri sejak tahun 2016 di Pulau Pecong, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam. Roadshow tim Batam Creator Academy, Selasa (19/9/2023) disambut hangat di sekolah itu.
“Kami menyambut semua tamu dengan tarian Rengkam, kreasi siswa SMAN 22 dan binaan guru,”kata Kepala Sekolah SMAN 22 Slamet Munawar di sanggar seni budaya Hulubalang Laot, sekolah itu.
Selain mengenalkan budaya Melayu, kata Slamet Munawar, pihaknya juga memberi kesempatan siswa tampil di depan umum. Total jumlah siswa 150 orang. Sebagian dari Pulau Pecong, sebagian dari Pulau Jaloh dan pulau sekitarnya.
SMAN 22 adalah sekolah pertama di hinterland yang dikunjungi tim Batam Creator Academy. Naik boat pancung dari Sekupang, waktu tempuh 1 jam ke Pulau Pecong dari pelabuhan penyeberangan antar pulau di Sekupang.
Siswa dibekali pelatihan tentang kreator digital, konten kegiatan sekolah dan masyarakat Pulau Pecong. “Sejarah Pulau Pecong, Darat Keramat, menarik dibikin konten,” kata Socrates dan Bintoro Suryo yang membriefing siswa.
Kepala Sekolah Batam Creator Academy yang juga aktivis perlindungan anak Eri Syahrial, juga memberikan materi sekolah ramah anak. ” Tidak boleh lagi ada bulliying di sekolah,” katanya.
Siswa SMAN 22 Pulau Pecong, memiliki semangat untuk maju. Termasuk di bidang literasi digital. Motto mereka, siap kerja, siap kuliah. Sayangnya, sinyal internet hilang timbul di Pulau Pecong. Padahal, ada tower BTS Telkomsel di pulau itu.
Selain SMA, fasilitas pendidikan di pulau kecil ini terbilang lengkap, walau secara kualitas tidak banyak.
“Ada SMA, PAUD, TK, SD, SMP. Masing-masing satu unit sekolah. Jadi, anak-anak Pecong tidak perlu lagi keluar pulau untuk sekolah”, ujar sang Kepala Sekolah, Slamet Munawar.
Sementara untuk siswa lain dari sekitar pulau Pecong, pemerintah juga sudah mengoperasikan boat pancung sekolah. Perannya sama seperti bus sekolah dengan operasional ditanggung pemerintah provinsi Kepri.
“Jadi, anak-anak dari luar seperti dari pulau Jaloh, diantar jemput setiap hari dengan boat pancung sekolah”, lanjutnya.
“Saat ini, 60 persen anak yang bersekolah di sini berasal dari pulau Pecong sendiri, hampir 40 persen lainnya dari pulau Jaloh yang bertetangga dengan Pecong. Ada juga beberapa lainnya yang berasal dari pulau-pulau kecil di sekitar Pecong. Bahkan beberapa anak dari Karimun, melanjutkan SLTA-nya di sini”, lanjutnya.
SMAN 22 terletak di atas bukit yang tinggi di pulau ini. Fasilitas ruang belajar hingga perumahan untuk gurunya juga terbilang lengkap. Ada satu ruang kelas yang difungsikan sebagai mushala sekolah. Ruang ini selalu ramai pada jam menjelang dan setelah shalat zuhur. Siswa-siswi muslim di sini, dibiasakan shalat zuhur secara berjamaah dan diikuti kultum yang dilakukan bergantian oleh para siswanya.
“Tidak ada istilah siswa bodoh, semua punya kelebihan. Saya berusaha mendukung mereka dengan apa yang mereka bisa”, kata Slamet Munawar soal metode pengajaran dan pendekatan ke para siswa di pulau Pecong ini.
Misalnya menurutnya, ada siswa yang punya kemampuan olahraga sepakbola dan ada turnamen yang perlu diikutinya di luar Pecong.
“Saya izinkan itu, nggak ada masalah karena itu positif untuk perkembangannya, walaupun misalnya sampai seminggu”, katanya.
Saat pelatihan tentang kreator digital, konten kegiatan sekolah dan masyarakat Pulau Pecong yang dilakukan Batam Creator Academy di sini, seorang siswi, Siti NurAin Hasan, adalah salah satu yang berbakat.
Ain, panggilannya, sudah membuat berbagai konten tentang pulau tempat kelahirannya itu, selain konten video pembelajaran sekolah.
“Ini menarik, bagus. Makin banyak informasi positif tentang pulau Pecong dibuat, publik akan semakin kenal Pecong. Ayo kita buat Pecong mendunia dengan sumberdaya dan keunggulannya”, kata salah satu instruktur Batam Creator Academy, Bintoro Suryo, menyemangati para siswa di SMAN 22 pulau Pecong.
WALAU jauh dari keramaian Batam, kreatifitas para siswa di sini, patut diacungi jempol. Mereka aktif di kegiatan seni seperti menggeluti seni tarian khas Melayu hingga konten kreasi.
Tari Rengkam yang mereka bawakan untuk semua tamu SMAN 22 yang berkunjung ke sini, sarat pesan lokal dan menjadi ciri khas masyarakat pulau Pecong. Tari Rengkam mendeskripsikan aktifitas harian warga di pulau itu yang rata-rata membudidaya Rengkam atau rumput laut.
“Rata-rata, mata pencaharian masyarakat di sini, kalau tak melaut, ya mencari dan membudidaya Rengkam”,
ujar Feranica Fathanah yang biasa dipanggil Bu Fera oleh para siswa di sini. Ia adalah guru bahasa Indonesia di SMAN 22 pulau Pecong yang merangkap sebagai Humas sekolah.
Tari Rengkam yang kini menjadi ikon seni di SMAN 22 pulau Pecong, merupakan hasil koreografi Fera. Wanita 30-an tahun yang sudah menjadi guru di sekolah itu sejak 2016, merupakan anak kelahiran pulau Pecong.
“Kembali ke kampung halaman, saya senang di sini”, kata Fera yang alumni Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang.
Baginya, mengajar di SMAN 22 menyenangkan. Ia hapal setiap detil pulau ini, masyarakatnya dan kehidupan sosial budayanya.
“Anak-anak yang bersekolah di SMAN 22, saya kenal semua keluarganya. Hampir semua masih terkait saudara”, katanya tersenyum.
(*)
Artikel ini terbit pertama kali di : socratestalk.com